![]() |
Alhabib Abdullah Alhabsyi, Yayasan At-Tanweir Nur Muhammad. (Foto: Dok/Ist). |
Portal Demokrasi, Opini - Dalam kehidupan manusia, guru sering dipandang sekadar sebagai pengajar formal di ruang kelas, sekadar hadir untuk mentransfer ilmu melalui kurikulum yang disusun pemerintah. Padahal, guru jauh lebih dari itu. Guru adalah ruh pendidikan, penopang peradaban, dan penentu arah masa depan sebuah bangsa.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam sendiri menegaskan bahwa tugas utamanya diutus ke dunia adalah menjadi
seorang pendidik. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku
untuk mempersulit orang lain dan tidak pula untuk mencari kesalahannya, tetapi
Dia mengutusku sebagai pendidik yang memberi kemudahan.” (HR. Muslim).
Hadis ini menegaskan betapa profesi
guru merupakan jalan mulia yang diwariskan dari Nabi. Guru bukanlah beban,
melainkan solusi, teladan, pembimbing, bahkan menjadi orang tua secara batin
bagi para murid. Di hadapan guru, anak-anak menemukan tempat curhat, contoh
perilaku, dan sosok yang memberi arah hidup.
Guru
dan Adab dalam Menuntut Ilmu
Dalam tradisi Islam, ilmu selalu
diiringi dengan adab. Seorang murid tidak mungkin memperoleh keberkahan ilmu
tanpa penghormatan kepada guru. Imam Ali bin Abi Thalib R.A. bahkan pernah
berkata, “Aku adalah hamba bagi siapa saja yang mengajarkan satu huruf
kepadaku.” Ungkapan ini menunjukkan bahwa penghargaan terhadap guru tidak
diukur dari seberapa besar materi yang diajarkan, tetapi dari ketulusan dan
manfaat ilmu yang ditransfer.
Sehingga, guru dalam pengertian
hakiki bukan hanya mereka yang berstatus ASN atau honorer di sekolah formal,
melainkan semua orang yang membagikan pengetahuan dan hikmah, walau hanya satu
huruf. Guru adalah mereka yang membuka pintu ilmu, dan murid sejati adalah
mereka yang beradab kepada sosok yang membukakan pintu itu.
Sejarah
Emas: Guru dan Ilmu di Masa Andalusia
Jika kita menengok sejarah, kemajuan
Islam di masa Andalusia (Spanyol) menjadi bukti betapa guru dan penghormatan
terhadap ilmu melahirkan peradaban emas.
- Ibnu Rusyd
(Averroes) menulis karya monumental Al-Kulliyat fi al-Tibb yang
menjadi rujukan kedokteran di Eropa.
- Al-Zahrawi,
dokter istana al-Hakam II, menulis Al-Tasrif, ensiklopedia medis
dengan catatan brilian mengenai operasi bedah.
- Abbas bin Firnas
memimpin inovasi dalam bidang kimia dan astronomi, bahkan dikenal dengan
eksperimen tentang material kaca.
- Ibrahim bin Yahya al-Naqqash menemukan metode untuk menghitung waktu dan durasi
gerhana matahari.
- Jabir bin Hayyan,
bapak kimia modern, meninggalkan karya-karya alkimia yang hingga kini
diakui sebagai dasar lahirnya kimia kontemporer.
Apa yang membuat peradaban itu maju?
Pertama, dukungan penuh dari penguasa terhadap pendidikan. Kedua, akses ilmu
yang terbuka luas tanpa diskriminasi suku, ras, atau agama. Ketiga, penghargaan
tinggi terhadap para guru dan penerjemah buku, sehingga profesi pendidik
mendapat tempat terhormat.
Ruh
Pendidikan Bukan di Bangunan, Melainkan di Guru
Hari ini, sering kali guru dipandang
sebagai beban anggaran. Mereka ditakar dengan honor yang minim, bahkan dianggap
sekadar pelengkap administrasi sekolah. Padahal, secanggih apa pun teknologi
pendidikan, semegah apa pun gedung sekolah, tanpa guru yang berjiwa pendidik,
semua itu hanya rangka kosong.
Guru adalah ruh pendidikan. Mereka
tidak sekadar hadir untuk mengajar, tetapi menanamkan nilai, menumbuhkan
karakter, dan membentuk generasi beradab. Pendidikan bukan hanya soal transfer
pengetahuan, melainkan transformasi manusia. Dan transformasi itu tidak mungkin
terjadi tanpa guru.
Jika bangsa ini ingin kembali pada
masa kejayaan peradaban seperti Andalusia, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menempatkan guru pada posisi terhormat. Guru tidak boleh
dipandang sebagai beban negara, tetapi sebagai ruh yang menghidupkan
pendidikan.
Karena di tangan guru, peradaban
ditentukan; dan dari hati guru, lahirlah generasi yang berilmu, beradab, serta
mampu membawa bangsa menuju kemuliaan.