GUW9BUMoGfCiGfd6TfOpTUziTY==

Pemberdayaan Pesisir Berkelanjutan: Pengolahan Mangrove menjadi produk makanan dan minuman Jadi Harapan Baru Ekonomi Desa

A collage of several images of people

AI-generated content may be incorrect.

Indramayu, 21 September 2025 — Upaya pemanfaatan ekosistem mangrove secara berkelanjutan mendapat dorongan nyata dari kolaborasi akademik dan komunitas lokal. Di Kantor Desa Cemara, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu melalui pelatihan pengolahan mangrove menjadi produk makanan dan minuman yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan ini diikuti oleh 17 anggota Yayasan Lingkungan Hidup (YLH) Estuari dan menjadi langkah strategis dalam menggabungkan konservasi alam dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.

Pelatihan yang dimulai pukul 10.00 WIB ini merupakan inisiatif bersama Institut Teknologi Petroleum Balongan (ITPB) dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Al Amin Indramayu yang didanai oleh program BIMA Kemendiksaintek yang diketuai oleh Mutiara Salsabiela, S.Pi, M.Si yang merupakan dosen dari ITPB.  Dukungan institusi terlihat jelas melalui kehadiran langsung Rektor ITP Balongan yaitu DR. Ir. H. Hanifah Handayani, MT dan Ketua STKIP Al Amin Indramayu yang diwakilkan oleh Ketua Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu Bapak Asep Andri Astriyandi, M.Pd. Dalam sambutannya keduanya menyampaikan komitmen untuk terus mendorong sinergi antara perguruan tinggi, masyarakat, dan pemerintah daerah dalam menciptakan ekonomi berkelanjutan di kawasan pesisir. Mahasiswa dari kedua kampus juga dilibatkan sebagai pendamping kegiatan, menunjukkan peran nyata pengabdian masyarakat dalam dunia akademik.

Dalam kegiatan ini materi pertama disampaikan oleh Dr. Sodikin, S.Pd, M.Si, M.P.W.K., pakar ekosistem mangrove dari Program Studi Magister Studi Lingkungan, Universitas Terbuka. Ia menjelaskan bahwa selain berperan penting dalam menjaga garis pantai dan menyerap karbon, ekosistem mangrove menyimpan potensi ekonomi non-kayu yang masih belum dimanfaatkan secara optimal. “Mangrove bukan hanya soal konservasi, tapi juga soal kesejahteraan. Dengan olahan yang tepat, bagian dari tumbuhan ini bisa menjadi sumber pangan inovatif dan menambah penghasilan masyarakat,” ujar Dr. Sodikin.

Sesi materi berikutnya berupa praktik langsung dipandu yang dipandu oleh Bapak Abdul Latif, aktivis lingkungan asal Indramayu. Para peserta dengan antusias mengolah tiga jenis mangrove menjadi produk pangan siap pasaran: Bruguiera gymnorhiza diolah menjadi bolu mangrove, sejenis kue lembut dengan rasa gurih dan khas; Acrostichum aureum, paku air mangrove, dijadikan keripik yang renyah setelah melalui proses perebusan dan penggorengan higienis; serta Sonneratia caseolaris atau pidada, yang dijadikan dodol dan sirup dengan cita rasa manis alami yang unik.

Keberhasilan pemanfaatan jenis-jenis mangrove yang sebelumnya kurang dikenal sebagai bahan pangan ini menunjukkan potensi besar diversifikasi produk berbasis sumber daya lokal. Proses pengolahan juga ditekankan pada prinsip keberlanjutan, dengan memanfaatkan bagian tumbuhan yang dapat diperbarui tanpa merusak ekosistem. Dengan potensi hutan mangrove seluas 409 hektare di sekitar Desa Cemara, YLH Estuari diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal berbasis ragam hayati mangrove. Produk inovatif ini tidak hanya berpotensi dipasarkan secara lokal, tetapi juga dikembangkan sebagai ikon ekowisata dan oleh-oleh khas daerah pesisir.

Ke depannya, pelatihan ini akan menjadi dasar bagi pengembangan unit usaha kelola mangrove yang terstandarisasi, dengan pendampingan dalam hal pengemasan, sertifikasi keamanan pangan, dan pemasaran digital. Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa konservasi dan kesejahteraan bisa berjalan beriringan—dari alam, untuk masyarakat, dan demi masa depan yang lestari.

 

Jasa Backlink

Type above and press Enter to search.