GUW9BUMoGfCiGfd6TfOpTUziTY==

Pendirian Perguruan Tinggi Sementara Dihentikan untuk Memacu Akreditasi

Pendidikan tinggi akreditasi moratorium kebijakan pemerintah

Pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami perubahan, baik dari segi kualitas maupun regulasi. Salah satu langkah besar yang dilakukan oleh pemerintah adalah penghentian sementara izin pendirian perguruan tinggi dan program studi baru. Kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi secara keseluruhan. Dengan fokus pada akreditasi, pemerintah berharap dapat memastikan bahwa institusi pendidikan memiliki standar yang lebih baik dan mampu bersaing dalam skala nasional maupun internasional.

Penghentian sementara izin pendirian perguruan tinggi dan prodi baru mulai berlaku sejak 1 Januari 2017. Hal ini diatur dalam Surat Edaran 2/M/SE/IX/2016 yang menetapkan moratorium tersebut. Meskipun begitu, ada pengecualian untuk beberapa jenis perguruan tinggi, seperti politeknik dan institut teknologi. Selain itu, program studi bidang science, technology, engineering, dan mathematic (STEM) tetap diperbolehkan. Perguruan tinggi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) juga masih bisa didirikan.

Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi yang saat ini dinilai masih kurang memadai. Jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.455, namun hanya sedikit yang memiliki akreditasi A. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kuantitas tidak sejalan dengan kualitas pendidikan. Dengan moratorium ini, pemerintah ingin memfokuskan upaya pada pembinaan perguruan tinggi yang belum terakreditasi A agar dapat meningkatkan standar kualitasnya.

Tujuan dan Alasan Penghentian Izin Pendirian Perguruan Tinggi

Pemerintah menghentikan sementara izin pendirian perguruan tinggi dan prodi baru untuk fokus pada peningkatan kualitas pendidikan tinggi. Dengan adanya moratorium ini, pemerintah dapat melakukan pembinaan yang lebih intensif terhadap institusi pendidikan yang sudah ada. Langkah ini diambil karena banyak perguruan tinggi yang memiliki jumlah mahasiswa dan dosen yang tidak sesuai dengan janji saat mengajukan izin. Misalnya, ada yayasan yang berjanji akan memenuhi rasio dosen dan mahasiswa, namun dalam realitanya, rasio tersebut masih rendah.

Selain itu, banyak perguruan tinggi yang belum memiliki akreditasi A, sehingga kualitas pendidikan mereka dinilai masih rendah. Dalam konteks ini, moratorium menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa setiap perguruan tinggi yang ada dapat memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan. Dengan demikian, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih berkualitas dan lebih berkompetensi.

Pembinaan Selama Masa Moratorium

Selama masa moratorium, pemerintah melalui Kemenristekdikti akan gencar melakukan pembinaan terhadap perguruan tinggi yang belum terakreditasi A. Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi, Totok Prasetyo, menyatakan bahwa ada perbedaan antara janji saat mengurus izin dan realitas operasional. Banyak perguruan tinggi yang menjanjikan pemenuhan rasio dosen dan mahasiswa, namun dalam prakteknya, rasio tersebut masih rendah. Bahkan, ada prodi yang jumlah dosennya kurang dari enam orang, hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan tinggi masih jauh dari harapan.

Totok Amin Soefijanto, pengamat pendidikan tinggi dari Universitas Paramadina, menyambut baik adanya aturan moratorium ini. Ia mengakui bahwa kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah. Dilihat dari akreditasi, masih ada perbedaan antar daerah. Di Jawa, Bali, dan Sulawesi, rata-rata perguruan tinggi memiliki akreditasi A dan B. Sementara di Sumatera, Kalimantan, dan Papua, banyak perguruan tinggi yang masih memiliki akreditasi C.

Menurut Totok, moratorium saja tidak cukup untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi. Ia menyarankan adanya kebijakan lain seperti merger sejumlah kampus. Totok berharap kampus berjenis sekolah tinggi bisa di-marger dengan kampus lain yang memiliki bidang keilmuan berbeda. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kampus yang lebih lengkap dan beragam dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dampak dan Tantangan Akibat Moratorium

Moratorium pendirian perguruan tinggi dan prodi baru memberikan dampak yang signifikan terhadap dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Salah satu dampaknya adalah peningkatan fokus pada pembinaan perguruan tinggi yang sudah ada. Namun, di sisi lain, ada tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, perguruan tinggi yang belum terakreditasi A mungkin kesulitan dalam menjaga kualitas pendidikan karena tidak ada tambahan izin pendirian kampus baru. Hal ini bisa memicu persaingan yang lebih ketat antar perguruan tinggi.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa moratorium ini bisa menghambat pertumbuhan pendidikan tinggi di daerah-daerah yang belum memiliki akses yang memadai. Meski ada pengecualian untuk perguruan tinggi di daerah 3T, tetap saja ada risiko bahwa kualitas pendidikan di daerah tersebut tidak secepat perkembangan di daerah lain. Untuk mengatasi ini, pemerintah perlu memastikan bahwa pembinaan yang dilakukan selama moratorium benar-benar efektif dan berkelanjutan.

Kebijakan Alternatif dan Solusi Jangka Panjang

Selain moratorium, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Salah satu solusi yang disarankan adalah merger sejumlah kampus. Totok Amin Soefijanto menyarankan agar kampus sekolah tinggi digabungkan dengan kampus lain yang memiliki bidang keilmuan berbeda. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kampus yang lebih lengkap dan beragam dalam penyelenggaraan pendidikan.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat sistem akreditasi dan memastikan bahwa semua perguruan tinggi memenuhi standar yang ditetapkan. Dengan sistem akreditasi yang lebih ketat dan transparan, perguruan tinggi akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan finansial dan sumber daya yang memadai kepada perguruan tinggi yang ingin meningkatkan kualitasnya.

Dengan kombinasi kebijakan moratorium, pembinaan intensif, dan kebijakan alternatif seperti merger, pemerintah dapat menciptakan lingkungan pendidikan tinggi yang lebih berkualitas dan berkompeten. Dengan demikian, pendidikan tinggi di Indonesia dapat lebih maju dan mampu bersaing di tingkat global.

Jasa Backlink

Type above and press Enter to search.