Malang, 2025 — Bayangkan Anda mengenakan headset VR, duduk di kursi hakim, sementara di hadapan Anda hadir saksi serta para kuasa hukum penggugat dan tergugat yang tampak hidup, berbicara, dan berdebat layaknya di ruang sidang sesungguhnya, meski semua hanyalah representasi virtual. Itulah pengalaman baru yang sedang dikembangkan melalui penelitian berjudul “Membangun Hakim Masa Depan: Penerapan Teknologi Metaverse dalam Simulasi Persidangan untuk Inovasi Pendidikan Hukum.”
Penelitian ini merupakan bagian dari skema Penelitian Dasar Fundamental Reguler yang didanai oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, serta dijalankan di bawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Malang. Proyek ini juga berkolaborasi dengan Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (BSDK MA RI), menghadirkan sinergi antara dunia hukum dan teknologi imersif.
Riset ini mengembangkan simulasi sidang berbasis metaverse dan kecerdasan buatan yang memungkinkan pengguna berperan sebagai hakim dalam ruang sidang digital lengkap dengan dinamika argumentasi hukum yang kompleks. Melalui sistem ini, tiga entitas virtual—kuasa hukum penggugat, kuasa hukum tergugat, dan saksi—dikendalikan oleh large language model AI yang mampu berargumen, menanggapi, dan memprovokasi layaknya dalam sidang sungguhan. Hakim atau pengguna dapat melakukan tanya jawab, menilai bukti, hingga mengambil keputusan hukum secara mandiri di dalam lingkungan tiga dimensi.
Ketua tim peneliti, Nur Putri Hidayah, A.Md., S.H., M.H., menegaskan bahwa proyek ini merupakan bentuk inovasi pendidikan hukum yang menjembatani teori dan praktik dengan teknologi modern. “Kami ingin menghadirkan pengalaman belajar yang bukan hanya interaktif, tetapi juga mencerminkan kompleksitas dunia hukum sebenarnya. Dengan teknologi metaverse dan AI, calon hakim dapat berlatih mengambil keputusan, menilai argumen, dan memahami dinamika ruang sidang secara langsung,” ujarnya. Sementara itu, Ir. Galih Wasis Wicaksono, S.Kom., M.Cs., menambahkan bahwa teknologi dalam proyek ini tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu, tetapi sebagai katalis transformasi pendidikan hukum menuju pembelajaran yang lebih kontekstual, menarik, dan efisien.
Tim peneliti terdiri dari para akademisi lintas disiplin di bidang hukum, teknologi informasi, dan rekayasa sistem cerdas, yakni Nur Putri Hidayah, Galih Wasis Wicaksono, M. Ilham Perdana, Ahmad Faiz, Andaru Adi Wardoyo, dan Cindy Monique. Setiap anggota berperan strategis dalam merancang lingkungan virtual, mengembangkan AI untuk percakapan hukum, hingga menyusun skenario argumentatif yang sesuai dengan kaidah persidangan di Indonesia. Keseluruhan tim merupakan gabungan dari Dosen, instruktur dan alumni Prodi Hukum dan Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Malang.
Simulasi sidang ini diharapkan tidak hanya bermanfaat sebagai media pembelajaran di kampus, tetapi juga sebagai platform pelatihan hukum nasional. Dengan dukungan BSDK Mahkamah Agung RI, riset ini menjadi langkah nyata menuju pengadilan digital Indonesia yang lebih cerdas, efisien, dan inklusif.
Melalui penggabungan kecerdasan buatan, hukum, dan metaverse, penelitian ini mendefinisikan ulang cara keadilan dipelajari dan disimulasikan di abad ke-21. Langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mengikuti tren global, tetapi juga mampu menciptakan arah baru dalam pendidikan hukum digital, membentuk hakim masa depan yang tidak hanya memahami hukum, tetapi juga melek teknologi, berpikir adaptif, dan berjiwa inovatif.